Alat Komunikasi Tradisional Bali
Di era modern ini, masyarakat Bali masih kental dengan budaya tradisional yang diwarisi dari para leluhurnya terdahulu. Warisan itu salah satunya berbentuk alat komunikasi yang digunakan masyarakat Bali berkomunikasi pada organisasi yang dia bentuk khususnya organisasi yang berbentuk kedaerahan(tradisional), seperti pada Tempekan dan Banjar, selain itu dimana umat Hindu Bali juga menggunakan alat komunikasi tradisional ini ditempat sucinya yaitu Pura.
Alat komunikasi ini digunakan dengan cara dipukul, dimana itu disebut Kulkul. Pada umumnya sebuah organisasi tradisional di Bali memiliki sebuah kulkul. Kulkul berbunyi, itu pertanda sebagai penggilan kepada warga untuk berkumpul. Panggilan tersebut bisa karena kesepakatan sebelumnya atau karena situasi mendadak, oleh karena itu maka kulkul tidak boleh sembarang dibunyikan.
Kulkul adalah alat bunyian yang umumnya terbuat dari kayu .Pada masa pemerintahan Belanda di Indonesia, kulkul lebih populer dengan nama "Tongtong”. Sedangkan pada jaman Hindu kulkul disebut "Slit-drum” yaitu berupa tabuhan dengan lubang memanjang yang terbuat dari bahan perunggu.
Pada masyarakat Bali, istilah kulkul ditemukan dalam syair Hindu Sudamala. Beberapa lontar Hindu Bali juga menyebutkan keberadaan kulkul seperti Markandeya Purana, Siwa Karma dan masih ada yg lain. Kedua naskah kuno Hindu Bali ini mengungkapkan pentingnya kulkul ini.
Dalam pembuatan sebuah kulkul dari kayu, agar menjadi sebuah alat bunyian bernilai sakral dan keramat, harus mengalami pemrosesan yang cukup panjang. Dimulai dari mencari bahan, menebang kayu sampai kepada proses pembuatannya harus melalui serentetan upacara. Para pembuat kulkul harus melakukan tahap-tahap upacara guna mencari dewasa yang baik dan menghindari dewasa yang kurang baik, dari awal hingga akhir pembuatan kulkul. Sampai kepada tahap pengesahan sebuah kulkul agar menjadi suatu yang bertuah juga harus melalui suatu upacara. Apabila tahapan upacara sudah dilaksanakan maka kulkul telah memiliki kekuatan magis dan dianggap sebagai benda suci serta keramat.
Ada empat jenis kulkul yang dikenal masyarakat Bali yaitu Kulkul Dewa, Kulkul Bhuta, Kulkul Manusa, dan Kulkul Hiasan.
Kulkul Dewa adalah kulkul yang digunakan saat upacara Dewa Yadnya. Kulkul Dewa dibunyikan apabila akan memanggil para dewa. Ritme yang dibunyikan sangat lambat dengan dua nada yaitu tung.. ting.. tung.. ting.. tung.. dan seterusnya.
Kulkul Bhuta adalah kulkul yang digunakan saat upacara Bhuta Yadnya. Kulkul Bhuta dibunyikan apabila akan memanggil para Bhuta Kala guna menetralisir alam semesta sehingga keadaan alam menjadi aman dan tentram.
Kulkul Manusa adalah kulkul yang digunakan untuk kegiatan masyarakat, baik itu rutin maupun mendadak. Di kedua kegiatan inilah untuk saatnya membunyikan Kulkul Manusa. Kulkul Manusa terbagi atas tiga yaitu Kulkul Tempekan, Kulkul Sekeha-sekeha, dan Kulkul Siskamling. Ritme yang dibunyikan kulkul manusa lambat dan pendek, sedangkan pada kegiatan mendadak terdengar cepat dan panjang.
Kulkul Hiasan disebut karena kulkul ini diberi hiasan-hiasan untuk menambah keindahannya. Biasanya kulkul ini dianggap sebagai barang antik oleh wisatawan yang datang ke pulau Bali, sering dijadikan oleh-oleh atau buah tangan.
Nilai sakral sebuah kulkul ini didukung sepenuhnya oleh umat agama Hindu di Bali secara umum. Terutama kulkul yang terletak di Pura-pura besar di Bali dianggap sebagai wujud nyata beryadnya sehingga apabila terjadi penyimpangan dalam penggunaannya maka segera upacara penyucian dilakukan. Sebuah kulkul selayaknya, diletakkan pada sebuah bangunan yang disebut "Bale Kulkul", tepatnya berada pada sudut depan pekarangan pura atau banjar dengan cara menggantungkannya.
Fungsi kulkul berkaitan erat dengan kegiatan banjar. Banjar-banjar di Bali umumnya melakukan pertemuan rutin warga sebulan sekali. Menjelang pertemuan, didahului dengan memukul kulkul dengan sebuah alat pemukul dari kayu. Suara kulkul akan terdengar sampai ke pelosok banjar. Suara tersebut merupakan panggilan kepada warga untuk segera berkumpul di tempat yang sudah disepakati bersama, biasanya setiap bentuk panggilan memiliki pukulan kulkul yang khusus.
Selain untuk pertemuan rutin, bunyi kulkul juga mengandung arti untuk pengerahan masyarakat untuk kegiatan bekerja. Ada pengerahan masyarakat untuk suatu kegiatan bekerja yang sudah direncanakan, dan ada pula yang sifatnya mendadak. Gotong royong membersihkan desa dan mempersiapkan upacara di pura, adalah contoh bentuk pengerahan masyarakat untuk bekerja yang sudah direncanakan. Diawali dengan terdengarnya suara kulkul, warga pun segera berkumpul dan bersama-sama melakukan aktivitas membersihkan desa. Sedangkan pengerahan tenaga kerja yang sifatnya mendadak umumnya menanggulangi kejadian yang tiba-tiba menimpa banjar. Kejadian itu dapat berupa kebakaran, banjir, orang mengamuk, dan pencurian. Bunyi kulkul terdengar cepat dan panjang. Ini sebagai isyarat supaya warga segera datang atau berjaga-jaga karena ada bahaya mengancam.
Terjadinya gejala alam seperti gerhana bulan akan disambut oleh seluruh banjar dengan membunyikan kulkul. Masyarakat Bali berkeyakinan bahwa gerhana bulan terjadi karena bulan dimangsa oleh Kalarau. Bunyi kulkul yang menggema di seluruh Bali akan menghilangkan konsentrasi Kalarau sehingga ia akan melepaskan bulan kembali.
Contoh-contoh yang telah disebutkan menunjukkan warga patuh terhadap aturan banjar dan masih mengamalkan warisan leluhur. Kepatuhan warga terhadap aturan banjar menunjukkan asas kebersamaan dan kekeluargaan. Di dalamnya terkandung nilai semangat gotong royong yang mendorong warga untuk menciptakan keharmonisan dan keselarasan dalam lingkungan banjar.
Hal tersebut terkait erat dengan peranan kulkul dalam masyarakat Bali. Dapat dikatakan hampir seluruh kegiatan yang dilakukan masyarakat Bali mengikut sertakan kulkul. Bahkan dalam pemanggilan para Dewa dan Bhuta Kala didahului dengan membunyikan kulkul. Kulkul diyakini mengandung kekuatan magis dan dianggap keramat oleh umat Hindu Bali. Kulkul adalah alat komunikasi tradisional, antara manusia dengan dewa, manusia dengan penguasa alam, dan manusia dengan sesamanya. Kulkul diyakini juga dapat meningkatkan rasa kesatuan dan persatuan. Hal ini terlihat dari rasa kebersamaan dan kekeluargaan seluruh warga ketika mendengar bunyi kulkul. Oleh sebab itu, keberadaan kulkul pada masyarakat Bali perlu dilestarikan karena sangat membantu jalannya pelaksanaan pembangunan yang berlandaskan kebersamaan.
Alat komunikasi ini digunakan dengan cara dipukul, dimana itu disebut Kulkul. Pada umumnya sebuah organisasi tradisional di Bali memiliki sebuah kulkul. Kulkul berbunyi, itu pertanda sebagai penggilan kepada warga untuk berkumpul. Panggilan tersebut bisa karena kesepakatan sebelumnya atau karena situasi mendadak, oleh karena itu maka kulkul tidak boleh sembarang dibunyikan.
Kulkul adalah alat bunyian yang umumnya terbuat dari kayu .Pada masa pemerintahan Belanda di Indonesia, kulkul lebih populer dengan nama "Tongtong”. Sedangkan pada jaman Hindu kulkul disebut "Slit-drum” yaitu berupa tabuhan dengan lubang memanjang yang terbuat dari bahan perunggu.
Pada masyarakat Bali, istilah kulkul ditemukan dalam syair Hindu Sudamala. Beberapa lontar Hindu Bali juga menyebutkan keberadaan kulkul seperti Markandeya Purana, Siwa Karma dan masih ada yg lain. Kedua naskah kuno Hindu Bali ini mengungkapkan pentingnya kulkul ini.
Dalam pembuatan sebuah kulkul dari kayu, agar menjadi sebuah alat bunyian bernilai sakral dan keramat, harus mengalami pemrosesan yang cukup panjang. Dimulai dari mencari bahan, menebang kayu sampai kepada proses pembuatannya harus melalui serentetan upacara. Para pembuat kulkul harus melakukan tahap-tahap upacara guna mencari dewasa yang baik dan menghindari dewasa yang kurang baik, dari awal hingga akhir pembuatan kulkul. Sampai kepada tahap pengesahan sebuah kulkul agar menjadi suatu yang bertuah juga harus melalui suatu upacara. Apabila tahapan upacara sudah dilaksanakan maka kulkul telah memiliki kekuatan magis dan dianggap sebagai benda suci serta keramat.
Ada empat jenis kulkul yang dikenal masyarakat Bali yaitu Kulkul Dewa, Kulkul Bhuta, Kulkul Manusa, dan Kulkul Hiasan.
Kulkul Dewa adalah kulkul yang digunakan saat upacara Dewa Yadnya. Kulkul Dewa dibunyikan apabila akan memanggil para dewa. Ritme yang dibunyikan sangat lambat dengan dua nada yaitu tung.. ting.. tung.. ting.. tung.. dan seterusnya.
Kulkul Bhuta adalah kulkul yang digunakan saat upacara Bhuta Yadnya. Kulkul Bhuta dibunyikan apabila akan memanggil para Bhuta Kala guna menetralisir alam semesta sehingga keadaan alam menjadi aman dan tentram.
Kulkul Manusa adalah kulkul yang digunakan untuk kegiatan masyarakat, baik itu rutin maupun mendadak. Di kedua kegiatan inilah untuk saatnya membunyikan Kulkul Manusa. Kulkul Manusa terbagi atas tiga yaitu Kulkul Tempekan, Kulkul Sekeha-sekeha, dan Kulkul Siskamling. Ritme yang dibunyikan kulkul manusa lambat dan pendek, sedangkan pada kegiatan mendadak terdengar cepat dan panjang.
Kulkul Hiasan disebut karena kulkul ini diberi hiasan-hiasan untuk menambah keindahannya. Biasanya kulkul ini dianggap sebagai barang antik oleh wisatawan yang datang ke pulau Bali, sering dijadikan oleh-oleh atau buah tangan.
Nilai sakral sebuah kulkul ini didukung sepenuhnya oleh umat agama Hindu di Bali secara umum. Terutama kulkul yang terletak di Pura-pura besar di Bali dianggap sebagai wujud nyata beryadnya sehingga apabila terjadi penyimpangan dalam penggunaannya maka segera upacara penyucian dilakukan. Sebuah kulkul selayaknya, diletakkan pada sebuah bangunan yang disebut "Bale Kulkul", tepatnya berada pada sudut depan pekarangan pura atau banjar dengan cara menggantungkannya.
Fungsi kulkul berkaitan erat dengan kegiatan banjar. Banjar-banjar di Bali umumnya melakukan pertemuan rutin warga sebulan sekali. Menjelang pertemuan, didahului dengan memukul kulkul dengan sebuah alat pemukul dari kayu. Suara kulkul akan terdengar sampai ke pelosok banjar. Suara tersebut merupakan panggilan kepada warga untuk segera berkumpul di tempat yang sudah disepakati bersama, biasanya setiap bentuk panggilan memiliki pukulan kulkul yang khusus.
Selain untuk pertemuan rutin, bunyi kulkul juga mengandung arti untuk pengerahan masyarakat untuk kegiatan bekerja. Ada pengerahan masyarakat untuk suatu kegiatan bekerja yang sudah direncanakan, dan ada pula yang sifatnya mendadak. Gotong royong membersihkan desa dan mempersiapkan upacara di pura, adalah contoh bentuk pengerahan masyarakat untuk bekerja yang sudah direncanakan. Diawali dengan terdengarnya suara kulkul, warga pun segera berkumpul dan bersama-sama melakukan aktivitas membersihkan desa. Sedangkan pengerahan tenaga kerja yang sifatnya mendadak umumnya menanggulangi kejadian yang tiba-tiba menimpa banjar. Kejadian itu dapat berupa kebakaran, banjir, orang mengamuk, dan pencurian. Bunyi kulkul terdengar cepat dan panjang. Ini sebagai isyarat supaya warga segera datang atau berjaga-jaga karena ada bahaya mengancam.
Terjadinya gejala alam seperti gerhana bulan akan disambut oleh seluruh banjar dengan membunyikan kulkul. Masyarakat Bali berkeyakinan bahwa gerhana bulan terjadi karena bulan dimangsa oleh Kalarau. Bunyi kulkul yang menggema di seluruh Bali akan menghilangkan konsentrasi Kalarau sehingga ia akan melepaskan bulan kembali.
Contoh-contoh yang telah disebutkan menunjukkan warga patuh terhadap aturan banjar dan masih mengamalkan warisan leluhur. Kepatuhan warga terhadap aturan banjar menunjukkan asas kebersamaan dan kekeluargaan. Di dalamnya terkandung nilai semangat gotong royong yang mendorong warga untuk menciptakan keharmonisan dan keselarasan dalam lingkungan banjar.
Hal tersebut terkait erat dengan peranan kulkul dalam masyarakat Bali. Dapat dikatakan hampir seluruh kegiatan yang dilakukan masyarakat Bali mengikut sertakan kulkul. Bahkan dalam pemanggilan para Dewa dan Bhuta Kala didahului dengan membunyikan kulkul. Kulkul diyakini mengandung kekuatan magis dan dianggap keramat oleh umat Hindu Bali. Kulkul adalah alat komunikasi tradisional, antara manusia dengan dewa, manusia dengan penguasa alam, dan manusia dengan sesamanya. Kulkul diyakini juga dapat meningkatkan rasa kesatuan dan persatuan. Hal ini terlihat dari rasa kebersamaan dan kekeluargaan seluruh warga ketika mendengar bunyi kulkul. Oleh sebab itu, keberadaan kulkul pada masyarakat Bali perlu dilestarikan karena sangat membantu jalannya pelaksanaan pembangunan yang berlandaskan kebersamaan.
0 komentar:
Posting Komentar