SUMPAH PEMUDA SEBAGAI PEREKAT BANGSA DARI KLAIM MALAYSIA

Negara tetangga kembali berulah dengan melakukan klaim terhadap kebudayaan kita lagi. Kali ini yg menjadi sasaran adalah tari pendet asal Bali. Mereka menggunakannya utk iklan pariwisata malaysia. Setelah mereka “mengirim” teroris ke Indonesia, sekarang mereka mau “mencuri” kebudayaan Indonesia. Mereka begitu jeli memanfaatkan situasi dimana sebagian besar rakyat Indonesia sudah tidak begitu memperhatikan kebudayaannya sendiri. Situasi dimana rakyat Indonesia lebih bangga jika menggunakan yg berbau luar dan asing. Situasi dimana, kebudayaan-kebudayaan tersebut sudah jarang dan hampir punah mungkin dari bumi pertiwi, dikarenakan hanya sedikit orang yg mau tetap melestarikannya. Saya masih ingat, ketika kecil kita sering bermain kuda lumping, dakon, gobak sodor dll. Tapi sekarang, anak-anak lebih suka dengan Play Station, bermain ke Time Zone, nonton TV acara-acara yg ngga bermutu. Media televisi, juga dengan latahnya mengikuti trend ini. Praktis, mungkin hanya TVRI yg cukup konsisten menayangkan acara budaya-budaya Indonesia, disamping TV-TV lokal tentunya. Dan itupun pemirsanya cuman sedikit.

Ini menjadi cambuk bagi kita untuk instropeksi, disamping memang ulah negara sebelah yang kelewat batas. Ada 21 budaya kita yang telah diklaim oleh Negara Malaysia yaitu: Naskah Kuno dari Riau, Naskah Kuno dari Sumatera Barat, Naskah Kuno dari Sulawesi Selatan, Naskah Kuno dari Sulawesi Tenggara, Rendang dari Sumatera Barat oleh Oknum WN Malaysia, Lagu Rasa Sayang Sayange dari Maluku, Tari Reog Ponorogo dari Jawa Timur, Lagu Soleram dari Riau, Lagu Injit-injit Semut dari Jambi, Alat Musik Gamelan dari Jawa, Tari Kuda Lumping dari Jawa Timur, Tari Piring dari Sumatera Barat, Lagu Kakak Tua dari Maluku, Lagu Anak Kambing Saya dari Nusa Tenggara, Motif Batik Parang dari Yogyakarta, Badik Tumbuk Lada, Musik Indang Sungai Garinggiang dari Sumatera Barat, Kain Ulos, Alat Musik Angklung, Lagu Jali-Jali, Tari Pendet dari Bali.

Kita sebagai bangsa Indonesia akan diam begitu saja atau bertindak sesuatu untuk kembali merebut budaya yang selama ini merupakan budaya milik kita. Melalui sumpah pemuda pada tanggal 28 oktober 2009 ini kita satukan tekad untuk merebut kembali asset kita. Wahai pemuda Indonesia bangkitlah………….dimana semangat yang dulu tertanam dalam benak saudara-saudara yang pantang menyerah itu, yang sesuai dengan sumpah kita. Dengan semangat persatuan, mereka mencoba untuk menyatukan aspirasi dari para pemuda yang tergabung dalam organisasi kepemudaan daerah. Mereka semua berasal dari daerah yang berbeda-beda, tetapi mempunyai semangat yang sama, semangat persatuan. Dengan kesadaran akan perbedaan itu, dan dilandasakan oleh semangat persatuan.Hari itupun akhirnya diperingati sebagai “Hari Sumpah Pemuda” sebagai simbol semangat persatuan para pemuda di seluruh Indonesia.

Pertanyaan kemudian apakah semangat itu masih terus ada dalam diri kita sebagai pemuda yang diharapkan oleh bangsa sebagai agen pembaharu dan pilar-pilar di masa yang akan datang…? Apakah makna dari Sumpah Pemuda itu bagi kita sekarang? Apakah makna tanggal 28 Oktober yang kita peringati setiap tahunnya bagi kita, pemuda Indonesia pada jaman ini? Apakah makna dan semangat yang lahir pada 28 Oktober 1928 itu terus ada dalam hati generasi muda Indonesia sekarang ini?

Pertama adalah yang termasuk dalam kategori tubuh tanpa jiwa. Banyak sekali pemuda-pemudi Indonesia yang sudah tidak mempunyai semangat, bahkan untuk diri mereka sendiri dalam kesehariannya. Saya ambil contoh kehidupan di dalam kampus. Begitu banyak mahasiswa yang saya temui bahkan tidak tahu untuk apa mereka datang ke kelas dan belajar. Yang mereka tahu hanyalah lulus SMU ya kuliah, mau apa lagi. Pada akhirnya, mereka lebih sering menghabiskan waktu di kantin kampus, warnet atau pergi ke mal, daripada masuk ke kelas. Kemudian banyak yang akhirnya menghabiskan lima atau enam tahun untuk kuliah. Bahkan ada yang lebih parah lagi, berhenti kuliah di tengah jalan.

Kelompok yang kedua adalah para pemuda-pemudi yang masuk ke dalam kategori semangat tanpa arah. Semangat yang berapi-api, tapi tak jelas arahnya. Pemuda-pemudi yang masuk ke dalam kategori ini dapat terlihat begitu semangat dan potensial, tetapi mengandung bahaya yang cukup mematikan juga. Lihat saja yang terjadi dengan Kerusuhan Mei ’98, dan juga Tragedi Trisakti. Para mahasiswalah yang berperan besar dalam perubahan arus politik yang drastis di negara kita ini pada saat itu. Tetapi sampai sekarang, masih ada pertanyaan yang belum terjawab, apakah ada dalang yang menggunakan mahasiswa untuk kepentingan politiknya saat itu? Mahasiswa yang mungkin ratusan ribu jumlahnya saat itu melakukan demonstrasi dengan semangat yang menggebu-gebu. Tetapi apakah itu lahir dari kesadaran individu untuk suatu perubahan, atau hanyalah semangat kebersamaan yang terjadi pada satu tempat dan saat tertentu?

Contoh lainnya, berapa banyakkah pemuda-pemudi berbakat yang menimba ilmu di luar negeri, demi mendapatkan pendidikan yang berkualitas tinggi? Dan berapa banyak juga atlet-atlet muda berprestasi yang mendapat kesempatan mengasah kemampuan di negeri lain, dengan fasilitas dan pelatih yang berkualitas? Dari kesemuanya itu, berapa banyakkah yang kembali ke tanah air tercinta ini, dengan segala ilmu dan pendidikan yang telah mereka dapatkan untuk membangun kembali negeri Indonesia ini? Rasanya pertanyaan-pertayaan tadi tidaklah terlalu sulit untuk kita jawab.
Inilah yang sedang terjadi pada generasi muda bangsa Indonesia saat ini. Para pemuda-pemudi yang adalah tulang punggung dari masa depan Indonesia kelak. Bukankah seharusnya kita, sebagai pemuda-pemudi Indonesia dapat memaknai arti yang sesungguhnya dari semangat Sumpah Pemuda dan kemudian mengaplikasikan semangat mulia itu ke segala aspek kehidupan kita? Tidak berhenti sampai disitu, sudah seharusnya juga kita menularkan semangat itu kepada sekeliling kita dan pada akhirnya mewarisinya kepada generasi mendatang dari tanah air kita ini.

Semoga semangat yang kita miliki lahir dari pengenalan akan makna yang sesungguhnya dari arti Sumpah Pemuda itu sendiri. Biarlah esensi dari isi Sumpah Pemuda itu terpatri dalam hati kita, suci layaknya sebuah sumpah, dan bukan menjadi sampah yang kita acuhkan karena kita menganggapnya tak berarti.

Dan sudah seharusnya juga kita menjadi pemuda yang suci dan mulia bagi bangsa kita ini, layaknya Sumpah Pemuda. Bukan menjadi sampah yang mengotori tanah air kita tercinta, Indonesia.

0 komentar:

Posting Komentar