KOMUNIKASI POLITIK SEBUAH NEOLOGISME
Titik tekan dalam teori-teori ilmu sosial adalah kelompok-kelompok atau struktur-struktur yang ada di masyarakat. Individu-individu, pada sebagian besar aliran ilmu sosial, tidak dilihat sebagai inti masalah. Peran individu biasanya dilewatkan begitu saja sebagai alat penggerak roda struktural.
Dalam ilmu sosial, terutama dari aliran naturalistis-fungsionalis-mekanistis-behaviorisme, individu dianggap sebagai aktor yang melakukan tindakan hanya semata-mata sebagai akibat rangsangan sosial yang melembaga. Praktek penafsiran makna individu terhadap interaksi sosial bukanlah hal yang signifikan untuk mendapat tanggapan teoritis.
Namun demikian, dewasa ini tumbuh juga berbagai aliran yang lebih humanis, yang melihat justru individu-individu yang berinteraksilah yang membentuk struktur. Kelompok aliran ini biasanya disebut sebagai kelompok kualitatif, yang didalamnya terdapat banyak sayap-sayap kajian. Dan interaksi itu dilihat sebagai sebuah pertukaran sosial yang acak (chaos), konvergen, atau sirkular, dimana siapa yang mempengaruhi apa tak lagi bisa terurai.
Dalam perdebatan tersebut, muncullah apa yang disebut kajian Komunikasi. Banyak tafsir terhadap kajian yang baru muncul di pertengahan abad dua puluh ini. Selain terbelah diantara kedua kubu tersebut, Komunikasi juga pecah ketika sebagian orang menyebutnya sebagai ilmu yang berdiri sendiri (mazhab Jerman) dan sebagian lagi menyebutnya bagian dari Sosiologi.
Selain itu ada juga yang menyebutkan ia merupakan anak kandung dari Psikologi. Psikologi dan Komunikasi memang dekat. Keduanya sama-sama membahas tentang manusia. Namun, titik pecahnya terdapat pada kualitasnya, dimana ketika Psikologi berkutat pada internal diri, yakni kejiwaan, komunikasi bergulat pada interaksi manusia.
Pengertian komunikasi sebagai proses interaksi manusia kemudian membuatnya berfokus pada simbol-simbol, seperti berbagi simbol, memahami simbol, bahkan memanipulasinya. Interaksi simbolik ini kemudian saling bergandengan dengan studi media, cultural studies, fenomenologi, semiotika, posmodernisme, posstrukturalisme, etnografi, etnometodologi, dramaturgi, dekonstruksi, dan berbagai studi lainnya sebagai bagian yang erat dari tubuh komunikasi dalam memahami manusia dari titik pandang yang khas, meskipun tidak selamanya bisa ditemukan dengan jelas dimana batas antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lain.
Dalam ilmu sosial, terutama dari aliran naturalistis-fungsionalis-mekanistis-behaviorisme, individu dianggap sebagai aktor yang melakukan tindakan hanya semata-mata sebagai akibat rangsangan sosial yang melembaga. Praktek penafsiran makna individu terhadap interaksi sosial bukanlah hal yang signifikan untuk mendapat tanggapan teoritis.
Namun demikian, dewasa ini tumbuh juga berbagai aliran yang lebih humanis, yang melihat justru individu-individu yang berinteraksilah yang membentuk struktur. Kelompok aliran ini biasanya disebut sebagai kelompok kualitatif, yang didalamnya terdapat banyak sayap-sayap kajian. Dan interaksi itu dilihat sebagai sebuah pertukaran sosial yang acak (chaos), konvergen, atau sirkular, dimana siapa yang mempengaruhi apa tak lagi bisa terurai.
Dalam perdebatan tersebut, muncullah apa yang disebut kajian Komunikasi. Banyak tafsir terhadap kajian yang baru muncul di pertengahan abad dua puluh ini. Selain terbelah diantara kedua kubu tersebut, Komunikasi juga pecah ketika sebagian orang menyebutnya sebagai ilmu yang berdiri sendiri (mazhab Jerman) dan sebagian lagi menyebutnya bagian dari Sosiologi.
Selain itu ada juga yang menyebutkan ia merupakan anak kandung dari Psikologi. Psikologi dan Komunikasi memang dekat. Keduanya sama-sama membahas tentang manusia. Namun, titik pecahnya terdapat pada kualitasnya, dimana ketika Psikologi berkutat pada internal diri, yakni kejiwaan, komunikasi bergulat pada interaksi manusia.
Pengertian komunikasi sebagai proses interaksi manusia kemudian membuatnya berfokus pada simbol-simbol, seperti berbagi simbol, memahami simbol, bahkan memanipulasinya. Interaksi simbolik ini kemudian saling bergandengan dengan studi media, cultural studies, fenomenologi, semiotika, posmodernisme, posstrukturalisme, etnografi, etnometodologi, dramaturgi, dekonstruksi, dan berbagai studi lainnya sebagai bagian yang erat dari tubuh komunikasi dalam memahami manusia dari titik pandang yang khas, meskipun tidak selamanya bisa ditemukan dengan jelas dimana batas antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lain.
0 komentar:
Posting Komentar